Hideyoshi Toyotomi, "Si Monyet" pemersatu Jepang

Pada abad ke-16, aksi pembantaian mewarnai semenanjung Jepang. Ini bukan perang antar negara, melainkan perang antar klan (dikenal pula dengan periode Sengoku). Bahkan, berabad-abad sebelumnya, bangsa yang pernah menjajah Indonesia itu tidak pernah sepi dari yang namanya perang saudara. Hukum pedang, itulah gambaran Jepang pada abad-abad yang lampau. Kita mungkin masih ingat dengan sosok Nobunaga Oda, tokoh yang disegani karena keterlibatannya dalam banyak pembantaian.

Sengoku/Warring States

Pada abad yang sering disebut sebagai “zaman kegelapan” itu, setiap klan saling memprovokasi, menampakkan taring superioritasnya. Selain Nobunaga, terdapat sosok pemberani yang lihai memainkan pedang, dia adalah Hideyoshi. Tokoh yang satu ini memang cukup dikenal di seantero Dunia. Meskipun sosoknya menghiasi perang antar klan, tetapi ia berbeda dengan Nobunaga. Hideyoshi menginspirasi generasi-generasi muda di Jepang hingga saat ini. Ia dianggap pahlawan yang meskipun terlibat dalam sekian pembantaian kejam, mampu menyatukan klan-klan itu, bahkan seluruh Jepang mampu ia satukan.

Hideyoshi "The Monkey"

Tokoh legendaris itu lahir pada tahun 1356 di Nakamura, provinsi Owari. Hideyoshi menjadi satu-satunya penguasa yang terlahir dari keluarga miskin dan tidak berpendidikan. Masa kecilnya dihabiskan hanya untuk bekerja, sehingga ia sama sekali tidak mencicipi manisnya ilmu pengetahuan, sebagaimana anak-anak muda pada masanya di bangku-bangku sekolah formal.

Selain miskin, Hideyoshi sepertinya memang ditakdirkan menjadi manusia “setengah kera”. Tubuhnya pendek, tidak atletis, daun telinganya lebar, matanya dalam, dan wajahnya yang jelek membuat orang-orang menjulukinya “Si Monyet”. Walau begitu, Hideyoshi tidak pernah marah dengan sebutan tersebut. Sebab, dalam hidupnya, ia memiliki obsesi yang besar dan mulia; menjadi samurai yang terhormat dan diperhitungkan oleh banyak orang.

Hidup di tengah kondisi sosial yang rasis dan penuh dengan intimidasi, tidak bisa dibayangkan memang bagaimana penderitaan Hideyoshi dalam menghadapi tekanan dari kaum ningrat yang sama sekali tidak menghargainya sebagai sesama manusia. Sejak kecil, ia sudah merasakan beratnya menjadi orang miskin yang berwajah tidak sempurna. Selain diolok-olok, tak jarang Hideyoshi diintimidasi hanya karena tidak senang melihat wajahnya.

Tetapi, bukan Hideyoshi namanya jika tidak mampu berbesar hati di tengah tekanan yang bertubi-tubi. Suatu ketika, saat usinya masih 15 tahun, ia mengambil keputusan untuk kesekian kalinya mengembara ke pelosok-pelosok  mencari peruntungan. Sebagaimana dikisahkan dalam novel The Swordless Samurai, Hideyoshi berjanji kepada sang ibu untuk pergi dan tidak akan pulang sebelum terpenuhi obsesinya menjadi samurai yang disegani sekaligus dihormati.

Kisah petualangan Hideyoshi menuju tampuk kepemimpinan dalam sejarah Jepang  diawali dengan kegigihannya bekerja, seremeh dan sesederhana apa pun. Mulai dari bekerja sebagai tukang kayu, pembuat tong, penjaja ikan keliling, pengrajin logam, pemotong rumput, pemburu, tukang tungku batubara, pedangan minyak keliling, hingga menjadi pengasah pisau.

Semua pekerjaan itu telah dilalui sebelum pada akhirnya ia bertemu dengan klan Matsushita yang memberinya kepecayaan untuk bekerja : mulai dari bekerja sebagai pembawa sandal, pelayang rumah, hingga diberi kepercayaan menjaga gudang. Tetapi kisah Hideyoshi tidak berakhir manis, ia dipecat karena difitnah telah mencuri barang-barang yang ada di gudang itu. Bahkan, ia dituduh berusaha memecah belah keluarga Matsushita. Kenyataan pahit itu terpaksa ia terima dengan lapang dada. Hideyoshi sadar, untuk mencapai kesuksesan selalu ada rintangan yang menghadangnya, termasuk fitnah yang telah mencoreng nama baiknya itu.

Tidak ada waktu bagi Hideyoshi untuk menyesalinya, kehilangan pekerjaan memang sangat mengecewakan, tetapi ia menganggap peristiwa tersebut adalah bagian dari perjalan hidup yang harus disikapi secara arif. Hideyoshi kemudian berhijrah ke provinsi asalnya Owari, untuk memperjuangkan tekadnya. Di provinsi ini, Hideyoshi bekerja pada klan Oda yang dipimpin oleh Nobunaga. Tantangan yang dihadapi Hideyoshi jelas lebih besar dibanding dengan sebelumnya saat masih bekerja di klan Matsuhita. Apalagi, Nobunaga Oda dikenal sebagai pemimpin yang tegas dan buas. Orang-orang menjulukinya sebagai “Halilintar Perang” atau “Raja Iblis” karena kebuasannya di medang perang. Meskipun begitu, Hideyoshi tidak pernah gentar untuk meluluhkan hatinya agar terus diberi kepercayaan untuk bekerja.

Nobunaga Oda "The Demon King"

Setelah bertahun-tahun mengabdi dengan penuh amanah, Hideyoshi didaulat sebagai Jenderal perang yang membawahi prajurit-prajurit klan Oda. Selama kepemimpinannya sebagai Jenderal, Hideyoshi selalu mengedepankan otak darpada fisik untuk menyelesaikan sekian persoalan. Yoshikawa Eiji dalam Taiko menyatakan bahwa kecerdasan Hideyoshi mampu membuat orang-orang yang meragukannya menjadi pengikut setia, pesaing menjadi sahabat, dan lawan menjadi kawan. Terlihat ketika sepeninggalnya Nobunaga yang dibunuh oleh Mitsuhide Akechi, banyak klan yang bergabung kepadanya, seperti tokoh hebat lainnya seperti Ieyasu Tokugawa, Mitsunari Ishida, Masamune Date, Yoshihiro Shimazu, Tadakatsu Honda, dan lain-lain.

Menjadi seorang Jenderal di klan Oda bukanlah pencapaian yang sudah ideal bagi Hideyoshi, sebab ia masih mengimpikan jabatan yang memungkinkan Jepang disatukan kembali dari konflik perang saudara yang tidak henti-hentinya. Pada tahun 1585, Hideyoshi diangkat sebagai Wakil Kaisar. Periode kepemimpinannya diawali dengan membentuk Dewan Lima Pengurus yang bertugas mengurusi hubungan dalam Negeri. Hideyoshi menginstruksikan kepada mereka tidak hanya membela yang kaya, membenci yang miskin, tidak menerima suap, tidak pilih kasih. Selain itu, agenda-agenda perdamaian (rekonsiliasi) juga disusun untuk membangun Jepang yang utuh di bawah satu bendera.

Hideyoshi membangun Istana Osaka, tapi mengingat latar belakangnya sebagai orang biasa, Kaisar belum bisa memberikan gelar Shogun, sehingga untuk sementara Hideyoshi diberi gelar Kampaku. Pada waktu menerima jabatan Daj? daijin (1586), Kaisar menghadiahkan nama keluarga Toyotomi. Setelah berhasil menjadi pemimpin yang mempersatukan seluruh wilayah Jepang, Hideyoshi Toyotomi mengadakan survei wilayah yang disebut Taik?kenchi (????) dan melarang orang di luar kalangan Bushi/Samurai untuk memiliki pedang Katana. Di tengah invasi ke Korea yang disebut Perang Tujuh Tahun (??????? Bunroku-keich? no eki), Toyotomi Hideyoshi tutup usia setelah mewariskan kekuasaan kepada putranya Hideyori Toyotomi yang dititipkannya kepada Ieyasu Tokugawa. Ieyasu Tokugawa, singkatnya, akan menjadi pemimpin Jepang yang bersatu dan memiliki periode kekuasaan yang cukup lama. Periode ini disebut sebagai zaman Edo, dan berakhir ketika Kaisar Jepang mulai melakukan upaya Restorasi, atau yang terkenal dengan sebutan Restorasi Meiji.

Ieyasu Tokugawa

Sumber :

  • Yusrianto Elga, Kisah-Kisah Pembantaian Kejam Dalam Peperangan Dunia, Palapa, Jogjakarta, 2014, hlm 90-95
  • Images from Google