Filosofi Dari Sebuah Padi
"Sebab orang pandai yang unggul telah memiliki kemampuan melihat kemahiran orang, tak terlihat pada raut mukanya, tampak sepi tapi menghimpun, menguasai segala kepandaian, maka dari itu jangan ketahuan, dalam penglihatan orang lain, ditutupi dengan perpaduan rahasia, keselarasan tindakan baik dan tenang, bila ketahuan orang lain." -Serat Nitisuri, Dhandanggula bait ke-27-
Hai folks, diwaktu yang keren ini, saya mau berbagi pada kawan-kawan tentang sebuah nasehat. Nasehat tersebut berasal dari sebuah benda yang dekat dengan kita dan menjadi sebuah kebutuhan pokok kita sehari-hari. Nasehat tersebut dari sebuah padi. Tak disangka dari padi kita bisa mengambil beberapa hikmah yang bermanfaat untuk hidup kita selain memang setelah ia diolah menjadi beras kemudian dimasak menjadi nasi yang selalu kita santap sehari-hari.
Ngelmu pari tansaya isi tansaya tumungkul, semakin merunduk, semakin berisi, begitulah pepatah mengatakan dari nasehat yang kita bisa dapatkan dari sebuah Padi. Itulah filosofi ilmu padi yang ditunjukkan dalam pitutur ini. Seorang yang pandai dan unggul yang rendah hati tidak akan menunjukkan kepintarannya di hadapan orang lain, justru sikapnya tenang dan tindakannya selaras dengan apa yang diucapkannya.
Jika kita selalu memupuk sifat rendah hati maka kita akan menjauhi sifat sombong. Ibarat biji padi, ketika biji padi tumbuh semakin besar maka posisi dari padi tersebut akan merunduk, hal ini menandakan padi mempunyai isi yang berkualitas dan besar namun dia selalu melihat ke bawah. Maknanya, jika kita semakin memiliki banyak ilmu, maka hendaklah selalu memupuk sifat kerendahan hati.
Padi pun memiliki filosofi yang mendalam selain kerendahan hati, apa sajakah itu? mari kita simak satu persatu, yang pertama yaitu hidupnya selalu fleksibel. Tanaman yang hidup di darat, misalnya jagung, kacang, kedelai dan semangka jika hujan lebat dan kebanjiran maka tumbuhan-tumbuhan tersebut tidak dapat melanjutkan siklus tanamnya lagi. Sedangkan padi disisi lain, mampu hidup di darat maupun di air, sehingga ia bisa menyesuaikan dengan kondisi alam. Jika kita mampu beradaptasi serta fleksibel dalam menyikapi kehidupan ini, maka ia tidak akan merepotkan.
Selanjutnya, hidupnya kompak, Maksudnya? mari kita lihat, setelah bibit padi ditanam dapat tumbuh dan berkembang biak menjadi 7 hingga 10 anak mengitari induknya. Setelah tumbuh selama 3 bulan, induk dan anak padi secara kompak menampakkan hasilnya. Jika yang satu menguning, maka dengan serentak pula ikut menguning padi lainnya, yang ada dalam satu petak sawah. Kekompakan sangat diperlukan dalam hidup berkeluarga, organisasi maupun masyarakat. Bukankah bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh? betul kan.
Memberi manfaat dalam waktu singkat. Jika seseorang ingin memanen buah kelapa, maka ia harus menunggu selama 5 hingga 8 tahunan, sedangkan untuk memanen padi, hanya dibutuhkan waktu sekitar 3 bulan. Itulah sebabnya padi mampu memberikan manfaat dalam waktu singkat. Kita pun diharapan untuk bekerja cekat ceket yang artinya bekerja dengan cepat dan tepat, dengan kata lain mampu menerapkan efisiensi. Efisiensi inilah yang mendorong kita untuk bisa produktif.
So folks, itulah beberapa hal yang bisa disampaikan dan bisa kita petik hikmahnya dari sebuah ciptaan Tuhan yang bernama padi. Semoga menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi kita semua yah. See you in another discourse folks.
- Source : "Belajar Bijak Ala Orang Jawa Ajaran Kebijaksanaan dalam Serat-Serat Jawa", Pustaka Jawi, April 2019, Asti Musman, hlm. 100 - 102
- Images from Google
4 Komentar
Leni Maryati
Selasa, 10 Agustus 2021 pukul 10:02:29 WIB
"Seorang yang pandai dan unggul yang rendah hati tidak akan menunjukkan kepintarannya di hadapan orang lain, justru sikapnya tenang dan tindakannya selaras dengan apa yang diucapkannya" tulisan sangat inspiratif....
Komang Andaru Pradipta
Selasa, 10 Agustus 2021 pukul 10:03:26 WIB
Hanya meneruskan apa yang dibaca bu hehe
Masuk dan Beri Komentar
Fadli Reizandi
Selasa, 10 Agustus 2021 pukul 09:11:38 WIB
“Jadilah kamu di sisi Allah sebagai sebaik-baik manusia, sementara itu jadilah kamu di lihat dari sisi jiwa sebagai seburuk-buruk individu manusia! Jadilah kamu di sisi masyarakat sebagai seorang yang mempersatukan mereka!” Sayyidina Ali ibn Abi Thalib